3 Orang Minang yang Mengacaukan Dunia Persilatan


Indonesia terkejut! Bagai sebuah kilas balik ke zaman demokrasi parlementer diawal kemerdekaan, semasa Pak Hatta menjabat wapres, orang Minang kembali menjadi newsmaker.
Trimester ketiga tahun 2009 ini, 3 orang Minang sukses membuat geger media dan menjadi sumber gegap gempita pemberitaan.

Mungkin tidak ada keterkaitan personal antara ketiga orang ini namun dari sikap yang ditampilkan ke media terlihat adanya kesamaan yang sangat-sangat khas Minang. Suatu sikap dan attitude yang telah lama tersembunyi dalam khazanah keindonesiaan.

Sikap idealis dan gigih mempertahankan prinsip, sikap pantang tunduk dan diatur atur dan sikap menjaga harga diri yang ditunjukkan ketiganya ternyata mengalami fenomena rebranding, sehingga laku dan layak jual dalam kehidupan Indonesia modern.
Sikap yang mulai langka ini dan dimasa orde baru dulu dinisbatkan sebagai sikap pembawa sial dan penghalang kesuksesan, ternyata pada 11 tahun setelah reformasi justru menjadi sebuah genre yang dimuliakan dan meraih simpati publik.

menyindir calon menteri

Lihat saja Nila Anfasa Moeleoek dengan sindiran tanpa ekspresi lewat pernyataan bahwa dia tidak meminta diundang ke Cikeas dan dia tidak meminta jabatan, secara tidak langsung telah menohok para calon mentri / mentri yang tidak layak sesungguhnya untuk diamanahi posisi yang diincarnya.

Seorang Nila yang tanpa ambisi telah menunjukkan harga diri dan kualitas dirinya. Walaupun akhirnya tetap saja tidak menjadi menteri namun kesan yang ditinggalkannya sangat dalam, walaupun ia muncul hanya sesaat.

Mungkin secara tersirat ibu yang satu ini ingin meninggalkan pesan “jangan main-main dengan perempuan Minang!”

berjuang melawan tikus

Lihat pula Chandra M. Hamzah. Runner-Up ketua KPK yang pada waktu pemilihan hanya berselisih tipis dengan Antasari Azhar, begitu sukses meraih simpati massa hanya karena sikap idealis dan gigih mempertahankan prinsip. Saya tidak akan mengulas panjang lebar karena cerita tentang dia telah sangat banyak bertebaran di media massa.

terjebak dalam pusaran konspirasi

Terakhir Williardi Wizard. Dalam usia cukup muda ia sukses merintis karir di Kepolisian. Dengan jabatan sebagai kombes, putera Tiku ini ternyata tidak menemukan penghalang untuk membuatnya tetap membumi dengan komunitas asalnya di Padang. Ia bahkan terbiasa pulang kampung dan mencitrakan diri sebagai orang biasa, orang lapau yang egaliter.

Tahun ini dia tersangkut kasus konspirasi besar. Tidak tanggung-tanggung, ia disangka merekrut orang untuk mengeksekusi Nasruddin Zulkarnain, seorang Bugis yang
menjadi pejabat BUMN.

Ia didakwa terlibat dalam sebuah sandiwara rumit yang menjadikan seorang Bugis sebagai korban, seorang Jawa sebagai penyandang dana eksekusi, seorang Tionghoa sebagai penghubung  penyandang dana dengan perekrut eksekutor, seorang Minang sebagai perekrut eksekutor, beberapa orang Flores sebagai eksekutor, seorang Sunda sebagai wanita yang dianggap titik sentral sandiwara dan seorang Melayu-Bangka yang menjadi tokoh utama, aktor intelektual pembunuhan.

Semula Williardi menepati perannya (mungkin dengan sejumlah tawaran dan konsekuensi), namun begitu menyadari bahwa ia hanya akan dijadikan tameng yang justru membuat para penjahat sebenarnya berada dalam posisi yang lebih menguntungkan, iapun berontak.

Sebuah kesaksian darinya menggegerkan ruang sidang. Getarannya menggemparkan Indonesia. Sebuah kesaksian persumpahan yang diawalinya dengan kalimat ” Demi Allah, saya bersumpah” menggelindingkan bola api yang siap membakar siapa saja yang diterjangnya.

Kita tunggu saja, apa yang akan diperbuat 3 orang Minang ini pada hari-hari kedepan. Satu hal yang pasti, mereka telah menggegerkan dunia persilatan Indonesia.

Lewat mereka saya melihat seolah-olah Tan Malaka, Rasuna Said dan Ahmad Hussein bangkit dan bereinkarnasi menggetarkan Indonesia.

sumber: Fadli Zulfadli

Leave a comment